Oleh : David Efendy, S.IP
ASET bangsa yang berupa pendidikan adalah aset yang kira-kira disebut penghuni terakhir bangsa ini. Setelah kebijakan liberalisasi ekonomi marak dilakukan semenjak Orde Baru sampai sekarang. Kini aset bangsa yang paling berharga ini sedang berada di ujung tanduk. Serius, benar-benar under attack.
Kekhawatiran publik semakin terbukti akan terjadinya arus liberalisasi yang lebih sistematik dan massif yang dipelopori oleh pemerintah pusat. Selama ini proses pendidikan sebenarnya sudah mengarah kepada kecenderungan liberalisasi dengan indikasi standarisasi pendidikan yang tak ubahnya adalah upaya penyeragaman modal pendidikan dengan menjadikan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan yang sangat dominan. Hal ini kemudian ditopang dengan disyahkannya peraturan Presiden Nomor 77 tahun 2007 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dibidang penanaman modal. Hal ini dianggap sebagai manifastasi dari di undangkannya UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing.
Dalam perpres 77/2007 tersebut dengan sangat jelas bahwa pendidikan merupakan jenis bidang usaha yang terbuka untuk investasi modal asing dengan ketentuan kepemilikan modal asing sampai 49%. Lembaga pendidikan yang dimaksud di sini meliputi pendidikan dasar dan menengah, Pendidikan Tinggi, dan Pendidikan Non-Formal. Semua ini masuk dalam kategori bidang usaha terbuka, meski dengan persyaratan. Jadi, lembaga pendidikan telah beralih fungsi sebagai lembaga ekonomi tidak berbeda dengan PT, BUMN, koperasi dan sejenisnya.