Selasa, 06 November 2012

Membangun Habitus Membaca di Sekolah


Oleh Moh. Mudzakkir*

Berdasarkan laporan dari Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 Indonesia hanya bisa mencapai peringkat 10 besar terbawah dari 65 negara. Kemampuan siswa yang dinilai meliputi tiga bidang; Reading (57), Science (60), dan Mathematics (61).  Dalam kemampuan membaca, Indonesia masih kalah dengan Thailand, yang menempati posisi ke-50. Bila dibandingkan dengan  Jepang, jarak Indonesia semakin lebih jauh. Jepang menempati posisi ke-8 dalam hasil survey tersebut. Apalagi bila dibandingkan dengan Korea Selatan dan Singapura yang masing-masing menduduki posisi ke 2 dan 5. Posisi pertama justru diraih oleh negeri Tirai bambu Cina, yang mempunyai minat dan kemampuan membaca tertinggi jauh meninggalkan negeri adidaya Amerika Serikat yang hanya bertengger di peringkat ke 17.

Survei ini tentu cukup mencengangkan tapi sekaligus menunjukkan perubahan peta dunia. Bila selama ini Amerika Serikat beberapa dekade berada di posisi lima besar, justru saat ini terlempar ke 20 besar. Bahkan persoalan penurunan peringkat ini telah menjadi isu nasional di negeri Paman Sam, yaitu perlunya evalusi terhadap sistem pendidikan mereka, khususnya dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sains. Fareed Zakaria, seorang pengamat politik Internasional terkemuka Amerika, keturunan India-muslim, melihat bahwa persoalan ini bisa menjadi persoalan serius bagi masa depan bangsa Amerika Serikat. Oleh karena itu menurutnya, Pemerintah harus segera mencari solusi untuk memperbaiki dan meningkatkan peringkat tersebut, yaitu dengan jalan mereformasi pendidikan. Bukan hanya itu saja, kegelisahan itu pun segera direspon oleh Bill Gates, bos Microsoft dan pendiri The Gate Foundation, dengan mendonasikan dana sebesar 5 miliar dolar US untuk sekolah, perpustakan, dan beasiswa.

Minggu, 04 November 2012


IPM DIY Gerah Tidak Ada Lokakarya Materi Muktamar XVIII

Yogyakarta (4/10) Pimpinan Wilayah Ikata Pelajar Muhammadiyah menyelengarakan forum pembahasan terkait materi Mukatar IPM XVIII dengan menghadirkan Agus Suroyo (Ketua Tim Materi dari PP IPM), Ridho Al-Hamdi (Alumni PP IPM/ Sekretaris LPCR PP Muh), dan Nugroho Noto Susilo (Alumni PP IPM/Wakil MPK PP Muh). Dalam diskusi tersebut dihadiri oleh elit IPM dari lima Pimpinan Daerah IPM se-Daerah Istimewa Yogyakarta, personalia PW IPM DIY, dan Masmulyadi (Alumni PP IPM/ Wakil MPM PP Muh). Diskusi yang dimulai tepat pukul 09.30 WIB tersebut diawali dengan Geneologi Materi Muktamar yang disampaikan oleh Ridho Al-Hamdi MA. Dia mengupas tentang rentetan sejarah dari beberapa landasan pijakan Materi Muktamar IPM beberapa periode lalu yang melahirkan gerakan-gerakan di IPM. Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan Materi Muktamar XVIII oleh Agus Suroyo.
"Materi Muktamar XVIII bertema Menumbuhkan Kesadaran Kritis, Mendorong Aksi Kreatif, untuk Pelajar Indonesia yang Berkemajuan di Palembang besok tidak berawal dari masalah pelajar yang kemudian menurunkan kebutuhan pelajar. Akan tetapi, mencoba menggabungkan beberapa gerakan IPM sebelumnya sehingga menemukan formula baru untuk Materi Muktamar kelak", tutur Agus Suroyo. Dia juga menambahkan bahwa Gerakan yang ada di IPM telah dilakukan uji kelayakan sehingga relevan untuk diteruskan.
Gagasan Ketua Tim Materi tersebut mendapat pertentangan dari salah satu hadirin yang menyayangkan Materi Muktamar kali ini bukan berdasarkan kondisi realita pelajar kontemporer sehingga perlu adanya refisi. Tidak adanya lokakarya Materi Muktamar juga mendapatkan respon yang kurang positif dari beberapa kader IPM DIY yang hadir dalam forum yang diselenggarakan di Aula Gedung Dakwah PWM DIY di Jalan Gedong Kuning tersebut.
"Gerakan pelajar yang akan datang harus dijalankan dengan serius, artinya pelajar sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki pijakan yang jelas sehingga menjadi agen perubahan yang berarti bagi bangsa", begitu salah satu catatan dari banyak catatan yang disampaikan oleh Nugroho Noto Susilo. Maka dari itu, kajian tentang materi idealnya tidak hanya dibahas di arena Muktamar saja, akan tetapi perlu adanya forum pembahasan khusus sehingga menjadi tidak ada kerancuan dalam menjalankan gerakannya kelak.
Mengapa tidak ada lokakarya Materi Mukatamar VXIII? Agus Suroyo menjelaskan, bahwa lokakarya-lokakarya yang dilakukan oleh IPM selama ini hanyalah pemborosan semata yang menghabiskan anggaran tidak sedikit. Selain itu, juga kurang efektif jika acara IPM lebih sering dihabiskan untuk lokakarya-lokakarya tanpa diimbangi gerakan hingga ke ranah basis.
Menjadi catatan pinggir, mumpung ada waktu beberapa hari menjelang Muktamar, ada baiknya dari Tim Materi membuka forun sharing dan diskusi untuk mengkaji lebih lanjut terkait Materi Muktamar XVIII besok. Diskusi diakhiri setelah menjalankan jamaah sholat zuhur. (red)